Kebanyakan orang saat ini dan salah satunya adalah JIL yg menggunakan akal fikirnya untuk mengukur kebenaran yg bukan pada tempatnya, dan sejatinya hanya merupakan pembenaran terhadap argumentasinya untuk kepentingan kelompok saja. Dan tidak perduli kaidah akal fikir yg sudah masuk pada wilayah dimana akal
tidak bisa membenarkan ataupun menyalahkan akidah. Karena wilayah akidah merupakan batas di mana kebenaran dan kesalahan harus tunduk pada kepentingan dan kebenaran wahyu.
Akal fikir pada dasarnya dibatasi hanya untuk mengetahui jalan kebaikan dankeburukan yang bersifat relative dan kondisional. Namun akal tidak bisa memutuskan kebenaran dan kesalahan yg bersifat mutlak dan hanya diketahui
berdasarkan petunjuk wahyu (Al-quran dan Hadist). Sedangkan akal fikir hanya bersifat mengkuatkan kebenaran yg disampaikan oleh wahyu dan bukan mengkoreksi ataupun mempertentangkan kebenaran wahyu yang bersifat mutlak.
firman Allah : "telah kami tunjukkan kepadanya 2 jalan hidup (baik dan buruk)" (Al-Balad : 10)
Seringkali akal fikir sejajar dengan wahyu, yaitu kebaikan atau keburukan yg diputuskan oleh akal tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran wahyu, namun suatu saat wahyu berada di posisi terdepan meninggalkan akal fikir dan akal dipaksa tunduk oleh kebenaran wahyu (Al-quran dan Hadist) dan lazimnya akal tidak bisa berada di depan wahyu dalam memutuskan kebenaran ataupun kesalahan. Hingga pada saat kita melanggar kaidah dimana akal harus ditempatkan pada tempat yg semestinya, maka banyak kerancuan2 yg akan ditimbulkan dari hasil keputusan akal, karena potensi akal yg terbatas dan tidak mau ditundukkan, namun dipaksa untuk berada di depan kebenaran wahyu, maka sejatinya akan menimbulkan banyak pertentangan2 dan masalah secara psychologis. Sebab akal tidak akan mungkin memberikan keputusan yg tepat dari hasil kerja akal yg ingin memposisikannya berada di depan wahyu, apalagi akal berusaha untuk mempertentangkan kebenaran wahyu, maka kemungkinan timbul pertentangan terhadap diri sendiri secara psychologis maupun pertentangan terhadap pihak lain akan selalu terjadi.
Namun akal cenderung berada sejajar dengan wahyu yaitu saling mengkuatkan akan kebenaran yg diberitakan dalam wahyu dengan pembuktian akal. Pada saat menetapkan kebaikan dan keburukan yg bisa diterima oleh akal dan perasaan, namun pada prinsipnya keputusan kebaikan dan keburukan hasil kerja akalpun tidak menyalahi wahyu. Namun untuk urusan kebenaran dan kesalahan, potensi akal harus diikat dan ditundukkan pada keputusan kebenaran wahyu dan bukan diputuskan pada hasil kerja akal.
Setelah kita mampu mengikat akal dan memposisikannya pada posisi yg tepat, yaitu kebaikan dan keburukan yg diputuskan oleh hasil kerja akal tidak bertentangan dengan wahyu dan pada saat memutuskan kebenaran dan kesalahan dalam akidah, namun kita mau menundukkannya atau mengikat akal pada kebenaran wahyu dan tidak memaksakan akal untuk memutuskan kebenaran yg harusnya diputuskan oleh wahyu, maka kenyamanan dalam menerima qodho dan qodhar Allah akan dapat dirasakan, dan secara psychologis akan mampu menghilangkan segala kemungkinan penyakit hati dan penyakit hilang akal (gila). Karena pada fitrahnya akal tidak akan mungkin berada di posisi terdepan dan meninggalkan wayu, itu disebabkan oleh keterbatasan akal dalam memutuskan tidak sebanding dengan wahyu yg tidak memiliki keterbatasan.
Hmm..aku jadi teringat dengan larangan guruku yg mengatakan padaku bahwa tidak semua boleh kamu masukkan ke dalam otak kamu, apa kamu pikir boleh memasukkan semua yg kamu pikirkan ke dalam otak? Bisa pecah kepala kamu itu.?! Dan biasanya aku senyum2 sendiri aja dan mulai mencari2 maksud pembicaraannya tsb.Dan aku juga teringat omongan salah seorang yg berpikiran liberal waktu itu, bahwa otak tidak bisa disamakan dengan komputer yg memiliki kapsitas terbatas, dan dia menyakini kalau kapasitas otak itu tidak berbatas.
Untuk pendapat salah seorang yg berpikiran liberal tersebut bisa langsung aku bantah, tentang kemampuan otak yg tidak berbatas, andai itu benar terjadi mustahil banyak orang gila (hilang akal) yg ada saat ini, dan itu satu bukti
bahwa otak mempunyai kapasitas dalam menampung dan mengolah data dan menjadi satu keluaran yg baik or rancu, semua itu tergantung banyaknya data yg sudah terekam dalam memori otak.
Akal mempunyai keterbatasan dan kapasitas dalam menampung dan mengolah data yg tersimpan dalam memori otak manusia, dan pada saat banyak data yg tersimpan dalam memori otak kita, sementara kita tidak sanggup lagi untuk menampungnya maka resiko hang dan error sudah pasti terjadi. Banyaknya data yg terekam dalam otak kita dan mencampurkan antara data yg benar dan salah ditampung menjadi satu dalam otak tanpa memiliki anti virus yg berupa wahyu dan dijadikan filternya, maka akal akan bekerja secara liar sesuai banyaknya data yg
tersimpan dalam memori otak yg sudah bercampur, maka resiko mengeluarkan data rancu dan salah akan terjadi.
Faktor2 yang mempengaruhi hasil kerja akal dalam memori otak manusia adalah : kapasitas otak yg tersedia dalam menampung data, kemampuan akal dalam menerima data dan mengolahnya, adanya anti virus berupa wahyu yg mampu mendeteksi benar tidaknya suatu data
Pada saat manusia hanya mampu menampung data dalam memory otaknya sebesar 1GB, namun data yg dimasukkan ke dalam otak sebesar 2GB dan berupa data campuran, maka resiko lambat dan hang akan terjadi. Dan resiko kesalahan akal dalam mengolah data dan mengeluarkan nya sebagai output, akan mungkin terjadi. Terlebih lagi apabila kapasitas otak yg berbatas itu tidak di imbangi dengan filter berupa wahyu yg dijadikan sebagai anti virus untuk mendeteksi data yg salah, maka kemungkinan salah dan rancu akan terjadi.
Dan hal ini sudah banyak terjadi pada orang2 yg mengusung kebebasan dalam berfikir, banyak sekali hal2 rancu yg dikeluarkan sebagai output berdasarkan hasil kerja otak dan akal yg mencampurkan semua data yg baik dan buruk yg bersifat relative dengan data benar dan salah yg bersifat mutlak, hingga data yg dikeluarkan berdasarkan kerja akal yg sudah mencampurkan semua antara yg haq dan yg batil, tanpa landasan wahyu yg benar, maka informasi yg dikeluarkannya hanya berupa kerancuan2 dan kebingungan2 bagi orang2 awam maupun orang2 yg
dianggap intelek.
Hmm..aku tertarik dengan komentar yg mengatakan KENALILAH KEBENARAN, MAKA ENGKAU AKAN MEMAHAMI KEBENARAN ITU. Yup!! Benar..bagaimana mungkin kita akan mengetahui kebenaran, bila kita tidak pernah mengenali akan kebenaran??? Karena keterbatasan kita dalam mencari kebenaran, cara kita yg salah dalam memahami kebenaran dan kemampuan kita untuk tidak mau menundukkan akal dalam menerima kebenaran wahyu, maka kemungkinan untuk mengenali kebenaran bahkan memahminya akan sulit terjadi. Wallahu a'lam bisowab
tidak bisa membenarkan ataupun menyalahkan akidah. Karena wilayah akidah merupakan batas di mana kebenaran dan kesalahan harus tunduk pada kepentingan dan kebenaran wahyu.
Akal fikir pada dasarnya dibatasi hanya untuk mengetahui jalan kebaikan dankeburukan yang bersifat relative dan kondisional. Namun akal tidak bisa memutuskan kebenaran dan kesalahan yg bersifat mutlak dan hanya diketahui
berdasarkan petunjuk wahyu (Al-quran dan Hadist). Sedangkan akal fikir hanya bersifat mengkuatkan kebenaran yg disampaikan oleh wahyu dan bukan mengkoreksi ataupun mempertentangkan kebenaran wahyu yang bersifat mutlak.
firman Allah : "telah kami tunjukkan kepadanya 2 jalan hidup (baik dan buruk)" (Al-Balad : 10)
Seringkali akal fikir sejajar dengan wahyu, yaitu kebaikan atau keburukan yg diputuskan oleh akal tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran wahyu, namun suatu saat wahyu berada di posisi terdepan meninggalkan akal fikir dan akal dipaksa tunduk oleh kebenaran wahyu (Al-quran dan Hadist) dan lazimnya akal tidak bisa berada di depan wahyu dalam memutuskan kebenaran ataupun kesalahan. Hingga pada saat kita melanggar kaidah dimana akal harus ditempatkan pada tempat yg semestinya, maka banyak kerancuan2 yg akan ditimbulkan dari hasil keputusan akal, karena potensi akal yg terbatas dan tidak mau ditundukkan, namun dipaksa untuk berada di depan kebenaran wahyu, maka sejatinya akan menimbulkan banyak pertentangan2 dan masalah secara psychologis. Sebab akal tidak akan mungkin memberikan keputusan yg tepat dari hasil kerja akal yg ingin memposisikannya berada di depan wahyu, apalagi akal berusaha untuk mempertentangkan kebenaran wahyu, maka kemungkinan timbul pertentangan terhadap diri sendiri secara psychologis maupun pertentangan terhadap pihak lain akan selalu terjadi.
Namun akal cenderung berada sejajar dengan wahyu yaitu saling mengkuatkan akan kebenaran yg diberitakan dalam wahyu dengan pembuktian akal. Pada saat menetapkan kebaikan dan keburukan yg bisa diterima oleh akal dan perasaan, namun pada prinsipnya keputusan kebaikan dan keburukan hasil kerja akalpun tidak menyalahi wahyu. Namun untuk urusan kebenaran dan kesalahan, potensi akal harus diikat dan ditundukkan pada keputusan kebenaran wahyu dan bukan diputuskan pada hasil kerja akal.
Setelah kita mampu mengikat akal dan memposisikannya pada posisi yg tepat, yaitu kebaikan dan keburukan yg diputuskan oleh hasil kerja akal tidak bertentangan dengan wahyu dan pada saat memutuskan kebenaran dan kesalahan dalam akidah, namun kita mau menundukkannya atau mengikat akal pada kebenaran wahyu dan tidak memaksakan akal untuk memutuskan kebenaran yg harusnya diputuskan oleh wahyu, maka kenyamanan dalam menerima qodho dan qodhar Allah akan dapat dirasakan, dan secara psychologis akan mampu menghilangkan segala kemungkinan penyakit hati dan penyakit hilang akal (gila). Karena pada fitrahnya akal tidak akan mungkin berada di posisi terdepan dan meninggalkan wayu, itu disebabkan oleh keterbatasan akal dalam memutuskan tidak sebanding dengan wahyu yg tidak memiliki keterbatasan.
Hmm..aku jadi teringat dengan larangan guruku yg mengatakan padaku bahwa tidak semua boleh kamu masukkan ke dalam otak kamu, apa kamu pikir boleh memasukkan semua yg kamu pikirkan ke dalam otak? Bisa pecah kepala kamu itu.?! Dan biasanya aku senyum2 sendiri aja dan mulai mencari2 maksud pembicaraannya tsb.Dan aku juga teringat omongan salah seorang yg berpikiran liberal waktu itu, bahwa otak tidak bisa disamakan dengan komputer yg memiliki kapsitas terbatas, dan dia menyakini kalau kapasitas otak itu tidak berbatas.
Untuk pendapat salah seorang yg berpikiran liberal tersebut bisa langsung aku bantah, tentang kemampuan otak yg tidak berbatas, andai itu benar terjadi mustahil banyak orang gila (hilang akal) yg ada saat ini, dan itu satu bukti
bahwa otak mempunyai kapasitas dalam menampung dan mengolah data dan menjadi satu keluaran yg baik or rancu, semua itu tergantung banyaknya data yg sudah terekam dalam memori otak.
Akal mempunyai keterbatasan dan kapasitas dalam menampung dan mengolah data yg tersimpan dalam memori otak manusia, dan pada saat banyak data yg tersimpan dalam memori otak kita, sementara kita tidak sanggup lagi untuk menampungnya maka resiko hang dan error sudah pasti terjadi. Banyaknya data yg terekam dalam otak kita dan mencampurkan antara data yg benar dan salah ditampung menjadi satu dalam otak tanpa memiliki anti virus yg berupa wahyu dan dijadikan filternya, maka akal akan bekerja secara liar sesuai banyaknya data yg
tersimpan dalam memori otak yg sudah bercampur, maka resiko mengeluarkan data rancu dan salah akan terjadi.
Faktor2 yang mempengaruhi hasil kerja akal dalam memori otak manusia adalah : kapasitas otak yg tersedia dalam menampung data, kemampuan akal dalam menerima data dan mengolahnya, adanya anti virus berupa wahyu yg mampu mendeteksi benar tidaknya suatu data
Pada saat manusia hanya mampu menampung data dalam memory otaknya sebesar 1GB, namun data yg dimasukkan ke dalam otak sebesar 2GB dan berupa data campuran, maka resiko lambat dan hang akan terjadi. Dan resiko kesalahan akal dalam mengolah data dan mengeluarkan nya sebagai output, akan mungkin terjadi. Terlebih lagi apabila kapasitas otak yg berbatas itu tidak di imbangi dengan filter berupa wahyu yg dijadikan sebagai anti virus untuk mendeteksi data yg salah, maka kemungkinan salah dan rancu akan terjadi.
Dan hal ini sudah banyak terjadi pada orang2 yg mengusung kebebasan dalam berfikir, banyak sekali hal2 rancu yg dikeluarkan sebagai output berdasarkan hasil kerja otak dan akal yg mencampurkan semua data yg baik dan buruk yg bersifat relative dengan data benar dan salah yg bersifat mutlak, hingga data yg dikeluarkan berdasarkan kerja akal yg sudah mencampurkan semua antara yg haq dan yg batil, tanpa landasan wahyu yg benar, maka informasi yg dikeluarkannya hanya berupa kerancuan2 dan kebingungan2 bagi orang2 awam maupun orang2 yg
dianggap intelek.
Hmm..aku tertarik dengan komentar yg mengatakan KENALILAH KEBENARAN, MAKA ENGKAU AKAN MEMAHAMI KEBENARAN ITU. Yup!! Benar..bagaimana mungkin kita akan mengetahui kebenaran, bila kita tidak pernah mengenali akan kebenaran??? Karena keterbatasan kita dalam mencari kebenaran, cara kita yg salah dalam memahami kebenaran dan kemampuan kita untuk tidak mau menundukkan akal dalam menerima kebenaran wahyu, maka kemungkinan untuk mengenali kebenaran bahkan memahminya akan sulit terjadi. Wallahu a'lam bisowab
1 komentar:
assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokaatuh
membaca postingan ini, aku jadi teringat dengan " Sami'na wa atho'na " yaitu, kami dengar dan kami taat. teringat pula dengan kisah2 para anbiyaa dan para sahabat yg langsung ber-syahadat ketika turun wahyu, " Laa ilaaha illallaahu " tanpa ada pikir apa2 lagi
teringat pula dengan..
" Rodhii tu billahi Rabba, wa bil Islaami Diina, wa bi Muhammad wa Rasuula.. "
mungkin kalau kita sudah ridho Allah sebagai Rabb kita, Islam sebagai agama kita dan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul.. takkan lagi ada akal yg berusaha mempertentangkan kebenaran wahyu yg sudah bersifat mutlak..
Subhanallah.. postingan yg membuat otakku jadi sehat nih ^^
jazakillah khairan katsira, ya Mba ainul (boleh kupanggil begini?)
salam kenal dari Na si itik ^^
Posting Komentar