Ummu Dahlia :” baiklah , kalau begitu jangan minta minta talak darinya selama itu adalah haram. Akan tetapi ,mintalah dia untuk menceraikan istrinya yang kedua !
Ummu Mahmud :” Aku berlindung kepada Allah dari murka-Nya. Apa kamu tidak pernah mendengar hadist Rasulullah dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah bersabda yang artinya :” DAN JANGANLAH SEORANG WANITA MEMINTA TALAK SAUDARINYA UNTUK MENGOSONGKAN PIRINGNYA DAN AGAR IA DINIKAHI. SESUNGGUHNYA BAGINYA APA YANG TELAH DITAKDIRKAN UNTUKNYA.” (Hr.Muslim)
Dalam lafal lain : “ TIDAK HALAL BAGI SEORANG WANITA MEMINTA SUAMINYA MENALAK SAUDARINYA UNTUK MENGOSONGKAN PIRINGNYA.” (Hr. Bukhari)
Bahwasannya Rasulullah melarang WANITA MENSYARATKAN UNTUK MENCERAIKAN SAUDARINYA. Oleh karena itu, para ulama menyepakati termasuk syarat –syarat yang batil dalam pernikahan adalah SYARAT SEORANG WANITA UNTUK MENCERAIKAN MADUNYA.
Ummu Dalia :” Baiklah. Akan tetapi kamu adalah wanita adalah wanita yang TAAT BERAGAMA, CANTIK, MENUNAIKAN KEWAJIBAN KEWAJIBANMU, KAMU TIDAK SAKIT, TIDAK PULA MENOPAUSE DAN TIDAK MANDUL sehingga suamimu tidak harus menikah lagi. Kenapa dia menikah lagi dengan wanita lain ? bukankah ini melecehkan kehormatanmu ? bukankah ini MELUKAI PERASAAN MU ? apakah ini balasan untukmu setelah 10 tahun yang panjang bersamanya ?”
Ummu Mahmud :” Pertama, terimakasih terimakasi atas perasaanmu yang baik terhadapku. Akan tetapi, izinkan aku menjawab setiap point yang telah kamu sebutkan. Berkaitan dengan perkataanmu untukku,” KAMU TIDAK SAKIT, TIDAK MANDUL DAN TIDAK ADA CACAT PADAMU, maka kenapa ia menikah lagi. Tidak ada sebab baginya untuknya menikah lagi. Masalah sebenarnya bukan seperti yang kamu pahami.”
Ummu Dalia :” Tolong jelaskan untukku lebih banyak.”
Ummu Mahmud :” Baiklah, TA’ADDUD dibolehkan dengan syarat ADIL. Bukan karena SAKIT ATAU MANDUL, atau lain sebagainya. Poligami dibolehkan dengan syarat adil, bukan karena sakit, atau mandul atau lain sebagainya. Ta’addud boleh dilakukan selama seorang laki-laki terpenuhi pada dirinya syarat adil yang dia mampui sanggup untuk mewujudkan keadilan yaitu menyamakan antara dalam hal makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, mu’amalah yang baik bagi setiap istri dan giliran waktu serta apa yang telah diwajibkan Allah untuknya. Seorang istri tidak berhak melarang suami nya dari suatu hak yang telah dibolehkan Allah untuknya, yaitu Ta’addud. Tidak ada hubungan antara cantik tidaknya seorang wanita, mandul atau suburnya, dan tho’at atau tidaknya kepada suami dengan ta’addud. Ta’addud dibolehkan dengan syarat adil,bukannya dengan sebab sebab tersebut. Perlu digaris bawahi bahwasannya Allah mensyari’atkan ta’addud untuk suatu hikmah yang agung.
Diantaranya adalah sebab sebab yang kamu sebutkan. Masih banyak sebab sebab yang lain. Seperti mengentaskan masalah bertambahnya jumlah yang terlambat menikah, menjaga kesucian, mengayomi janda janda dari wanita muslimah dan lain sebagainya.
Ta’addud disyariatkan untuk kemaslahatan yang besar. Agama tidak datang untuk mengikuti hawa nafsu wanita dan tidak pula hawa nafsu laki – laki. Sesungguhnya Islam datang adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Perlu diketahui bahwasannya hukum asal dalam pernikahan adalah ta’addud “ Poligami “ dengan syarat adil, dan pengecualian satu (monogami) adalah ketika takut tidak bisa berlaku adil berdasarkan firman Allah : “ ….. Maka nikahilah apa yang baik bagimu dari wanita ; dua atau tiga atau empat, maka jika kamu takut tidak (bisa) berlaku adil, maka nikahilah satu ….. (An-Nisa ; 3).
Dalam Ayat ini Allah memulai dengan ta’addud dan ini adalah hukum asal, kemudian Allah kecualikan menikah dengan satu (monogami) apabila dikhawatirkan tidak mampu mewujudkan keadilan. Sehubungan dengan itu, berdasarkan ayat ini Allah memerintahkan kaum laki – laki untuk berta’addud “ Poligami “ dan kalimat “ maka nikahilah “ merupakan perintah dari Allah Swt. Akan tetapi, dikaitkannya dengan syarat adil sebagaimana firman-Nya : “ Maka jika kamu takut tidak (bisa) berlaku adil , maka nikahilah satu.” Maksudnya . apabila tidak terpenuhi syarat adil , maka cukup dengan satu istri lebih utama dan lebih baik. Saudariku, hal ini berbeda dengan pemahaman keliru yang selama ini tertanam dipikiran kebanyakan manusia, yaitu bahwasannya yang asal dalam menikah adalah cukup satu istri, sedangkan pengecualian dalam ta’addud dan syarat ta’addud menurut pandangan mereka mempunyai sebab – sebab lain selain adil, seperti, penyakit istri, kemandulannya atau yang semisalnya. Tidak diragukan lagi bahwasannya pemahaman yang keliru ini bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Telah sampai kepada mufti besar kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz Bin Bazz Ra, sebuah pertanyaan, yang intinya adalah :” apakah hokum asal dalam menikah, Ta’addud “poligami” atau satu (monogamy) ?” beliaumenjawan :” Hukum asal dalam hal itu adalah disyariatkan ta’addud bagi siapa saja yang mampu dan tidak takut akan berlaku dzalim karena banyaknya maslahah dalam hal itu, seperti menjaga kesucian kemaluannya, kesucian wanita2 yang dinikahinya, berbuat baik kepada mereka, dan memperbanyak keturunan sehingga menambah jumlah umat ini.sehubungan dengan itu , bertambah pula org2 yang beribadah kepada Allah semata. Sebagai dalil atas itu adalah firman Allah :”Dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap anak2 yatim,maka nikahilah apa yang baik bagimu dari wanita wanita dua tiga atau empat, maka jika kamu takut tidak (bisa) berlaku adil, maka nikahilah satu…. (an-Nisaa;3)
Dan karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menikah lebih dari satu, dan Allah telah berfirman :” Sungguh bagi kalian pada (diri) Rasulullah itu ada suri teladan yang baik….:” (al Ahzab ;21)
Rasulullah juga berkata ketika sebagian sahabat berkata,” Adapun aku, tidak akan makan daging, berkata yang lain ,” dan aku akan terus sholat dan tidak tidur, dan berkata yang lainnya ,” adapun aku, tidak akan menikahi wanita.” Tatkala sampai hal tersebut kepada RAsulullah maka beliau berbicara dihadapan manusia, beliau memuji dan mengagungkan Allah kemudian berkata :” sesungguhnya telah sampai kepadaku begini dan begini, akan tetapi, aku berpuasa dan aku berbuka, shalat dan tidur dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia bukan termasuk dari (golongan)ku.
Ucapan yang agung dari beliau ini mencakupi menikahi satu wanita atau lebih…. Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya.
Ummu Dalia :” Kamu telah menyebutkan syarat adil sedangkan Allah berfirman :” dan kalian tidak akan bisa berlaku adil diantara wanita walaupun kalian berusaha (untuk itu) …” (an-Nisaa;129)
Bagaimana suamimu akan mampu berlaku adil ?
Ummu Mahmud :” yang dimaksud dengan adil diayat ini adalah keadilan hati.”
Ummu Dalia :” Maksudnya ?”
Ummu Mahmud ,” Adil itu ada dua macam :Pertama, adil dari segi materi. Bentuknya adalah pada apa yang telah kusebutkan padamu tadi; adil dalam masalah makan, pakaian, minuman, tempat tinggal dan pembagian hari menginap serta mu’amalah yang baik bagi setiap istri dan lain sebagainya. Kedua, Adil hati. Inilah yang dimaksud ayat yang kamu sebutkan. Maknanya, perkara perkara yang tidak disanggupi kaum laki laki, seperti rasa dan kecendrungan hati, maka ia tidak dibebankan berlaku adil dalam hal ini karena Allah berfirman :” Allah tidak membebankan seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya….(albaqarah;286)
Rasulullah membagi diantara istri istrinya secara adil, kemudian berkata :” Ya Allah, ini pembagianku pada apa yang aku miliki,maka janganlah cela aku pada apa yang Engku miliki dan aku tidak memilikinya.”
Yang dimaksudkan Rasulullah didalam hadist ini adalah kecendrungan hati dan cinta. Berdasarkan itu, maka makna ayat sebagaimana yang dikatakan oleh ahli tafsir adalah bahwa kamu tidak akan bisa menyamakan diantara istri2 dalam masalah cinta dihati karena ini adalah perkata yang sudah ditentukan, bukannya pilihan. Oleh karena itu, tidak berdosa dalam hal itu apabila tidak sanggup berlaku adil walaupun kalian telah berusaha untuk berlaku adil. Pembagian dan keadilan adalah dalam nafkah dan pemberian. Adapun orang2 yang berdalil dengan ayat ini atas dilarangnya ta’addud sebgaimana yang dipahami oleh orang2 yang jahil maka perkataan mereka itu mardud”tertolak” karena ayat ini membolehkan ta’addud. Ayat tersebut membolehkan tidak sama dalam rasa cinta. Adapun yang diharamkan adalah tidak menyamakan dalam nafkah dan pemberian diantara istri istri. Rasanya masalah ini telah jelas bagimu.
Ummu mahmud melanjutkan :” adapun perkataanmu padaku, suamimu telah merusak kehormatan dan kemuliaanmu.” Sesungguhnya suamiku tidak merusak kehormatanku sebagaimana yang kamu kira karena hak secara syar’i ada bersama suami. Islam telah memuliakan wanita, bukannya merendahkan kemuliaan mereka. Bahkan, islam menjadikan baginya kedudukan yang tinggi. Undang2 ta’addud menjaga wanita dari kotoran, menjaga hak haknya, menjaga kemuliaanya, dan kebanyakan ta’addud mendatangkan maslahah bagi istri pertama.misalnya apabila ia sakit, maka suaminya menikahi wanita lain sebagai istri kedua serta tetap menjadikannya sebagai istrinya adalah lebih baik daripada ia diceraikan dan disia siakan.
Adapun ucapanmu ,” Ia telah mematahkan hatimu” yang patah hati adalah saudarimu yang terlambat menikah dan janda janda yang ditalak atau ditinggal mati suaminya yang hidup tanpa tujuan dan tanpa kebahagiaan. Siapa yang akan mengayomi wanita wanita yang ditalak ? siapa yang akan mengayomi gadis gadis setelah bapak mereka mati ? bagaimana boleh engkau menyimpan suami untuk dirimu sendiri ? tidakkah kamu lihat sikap egoisme ini membahayakan saudari2 muslimahmu ? ikut sertanya salah seorang dari para mukminah tersebut bersamamu mendampingi suamimu dengan cara yang halal adalah lebih utama daripada suamimu mencari jalan untuk menikah dan mengikat hubungan yang tidak syar’i misalnya pernikahan “urfii” nikah mu’aqqat, nikah khathaf atau yang semisalnya atau nikah misyar yang diperselisihkan hukumnya ? semua itu tidak lain adalah karena kamu tidak memahami urgensi ta’addud dalam islam. Kebaikan kebaikannya dan hikma Allah yang tersembunyi yang telah membolehkannya bagi hamba – hamba –Nya yang mukmin.
Adapun ucapanmu “SUAMIMU TELAH MELUKAI PERASAANMU” ia tidak melukai perasaanku walau seharipun. Kenapa engkau begitu memperhatikan perasaanku saja, tapi tidak memperhatikan perasaan wanita wanita lain yang tidak mendapatkan suami dan orang yang mengayomi ? pandangan yang dangkal ini berdampak pada kerusakan kerusakan sosial dalam masyarakat yang berbahaya terhadap umat Muhammad.
Apakah merupakan kebaikan sebagaian wanita merasakan kenikmatan dan kebanyakan lainnya tidak mendapatkan kasih sayang pria dan orang yang mengayomi ? Dosa apa yang telah mereka perbuat sehingga kita menimpakan hukuman yang seram ini kepada mereka dan menghalangi mereka dari mendapatkan kasih sayan gyang mereka dambakan dalam pernikahan ? berdasarkan hal ini, maka tidak akan membahayakan seorang wanita yang telah bersuami apabila suaminya menyatukannya dengan istri kedua,ketiga,dan keempat. Selama ia mampu memberikan nafkah atas semuanya atau berlaku adil antara mereka. Walau bagaimanapun saya beritahukan kepadamu bahwasannya suamiku mencintaiku dan aku juga sangat mencintainya dan ia merupakan keutamaan yang Allah limpahkan kepada kami.
Bersambung ……..
Bandung, in Memoriam
Kepemimpinan Menurut Islam
6 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar